Selasa, 28 September 2010

CHILDREN SEE, CHILDREN DO

CONTOH PROPOSAL TESIS


A. Latar Belakang Penelitian
Peningkatan sumberdaya manusia sangat diperlukan dalam menunjang  pembangunan nasional, baik fisik maupun mental supaya bangsa ini dapat mencapai kualitas dalam pemahaman secara global. Salah satunya  melalui suatu kegiatan yang dapat memberikan manfaat bagi semua adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang akan membawa kita ke arah perubahan pengatahuan, sikap, perilaku dan nilai-nilai serta ketrampilan yang bermangfaat baik secara pribadi maupun secara kelompok dan masyarakat. Perubahan tersebut dapat mengantar kita untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan yang semakin bervariasi dan memberikan jalan kearah pemenuhan
Jika dikaji dari aspek sumber daya manusia Penduduk berjumlah besar sekaligus berkualitas merupakan modal pelaksana pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan segala bidang, namun penduduk yang berjumlah besar tanpa diupayakan pengembangan kualitasnya akan menjadi beban bagi pembangunan.
Kualitas sumber daya manusia harus dipahami dalam pengertian kesadaran manusia terhadap eksistensinya sebagai manusia ; manusia yang menyadari eksistensi dirinya atau keberadaannya.  Kesadaran akan eksistensinya tercermin pada ikhtiar untuk memperkuat ketahanan dirinya dan melaksanakan peranannya dalam proses berinteraksi dengan lingkungan, sehingga perannya mempunyai makna dalam hidupnya.
Dalam upaya penanggulangan berbagai masalah  yang terdapat dalam sektor energi, baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk industri dan transportasi,   Pemerintah melakukan berbagai upaya antara lain  rencana pengurangan penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Sejalan dengan hal itu pemerintah juga mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumber-sumber energi alternatif lainnya yang dianggap layak, dilihat dari segi teknis, ekonomi, dan lingkungan, apakah itu berupa biofuel, biogas/gas bio, briket arang dan lain sebagainya.
Beberapa waktu yang lalu sempat menjadi wacana kemungkinan digunakannya briket batu bara. Namun, belakangan upaya ke arah itu agaknya tidak diteruskan atau sementara dihentikan dulu karena dianggap belum layak dari segi lingkungan khususnya jika digunakan untuk energi rumahtangga. Dalam rangka pemenuhan keperluan energi rumah tangga khususnya di perdesaan maka perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk menerapkan berbagai alternatif energi yang layak bagi masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu upaya terobosan yang dilakukan adalah melaksanakan program Bio Energi Perdesaan (BEP), yaitu suatu Program BEP-Biogas Skala Rumah Tangga  dalam upaya pemenuhan energi secara swadaya (self production  ) oleh masyarakat khususnya di perdesaan, dengan cara memfermentasi kotoran ternak menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob  
Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobik lebih banyak digunakan antara lain :
1 . Keuntungan pengolahan limbah
(a) Digester anaerobik merupakan proses pengolahan limbah yang alami.
(b) Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses   
      kompos  aerobik  ataupun penumpukan sampah .
(c)  Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang.
(d)  Memperkecil rembesan polutan .
2. Keuntungan energi
(a) Proses produksi energi bersih .
(b) Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui .
(c) Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan.
3 . Keuntungan lingkungan .
(a) Menurunkan emisi gas metan dan karbon dioksida secara signifikan .
(b) Menghilangkan bau . WART4ZOA Vol. /6 No. 3 Th . 2006
(c) Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi .
(d) Memaksimalkan proses daur ulang .
(e) Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil   
      kontaminasi sumber air .
4. Keuntungan ekonomi Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus ulang proses . Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup  yang disebut digester .
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif sangat memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya . Besarnya potensi Limbah biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43 MW. Biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan, limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda . Pada saat ini sebagai sumber bahan baku biogas tersedia secara melimpah dan belum dimanfaatkan secara maksimal (SOEPARDJO, 2005) .
Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penggunaan teknologi biogas, seperti demonstrasi instalasi dan pelatihan mengoperasikan digester untuk masyarakat. Di tahun 1984, jumlah digester yang telah dibangun di Indonesia hanya 100 unit, sembilan tahun kemudian menjadi 350 unit (WILOSO et al ., 1995) . Peningkatan jumlah digester yang tidak signifikan ini diduga sebagai akibat  lambatnya adopsi inovasi ditingkat masyarakat.  Kelambatan inovasi BEP-Biogas di tingkat masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor masyarakat dan faktor luar ; seperti penyuluhan, media, metode yang digunakan, tokoh mayarakat, serta kebijakan pemerintah.
Menurut Roger and Schoemaker sit. Abdillah Hanafi (1981) ada empat komponen yang mempunyai peranan penting dalam proses penyebaran inovasi, yaitu anggota sistem sosial sebagai penerima inovasi, Agen Pembaru, Tokoh masyarakat dan saluran komunikasi yang digunakan dalam penyebaran inovasi (Media masa dan penyuluh).

Kelambatan adopsi inovasi BEP Biogas  di Kecamatan Lembang diduga disebabkan oleh faktor–faktor  yang telah diuraikan  sebelumnya, untuk mengetahui proses adopsi inovasi BEP biogas di Kecamatan Lembang maka dilakukan Penelitian ini.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan pejelasan tersebut di atas maka diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah proses  penerapan BEP biogas di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
2.    Faktor-faktor determinan yang mempengaruhi adopsi inovasi BEP biogas di kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
3.    Hambatan dan dorongan terjadinya proses adopsi inovasi i BEP biogas di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
4.    Bagaimanakah dampak dari adopsi inovasi BEP biogas 

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1.   Tujuan Penelitian
Secara umum Tujuan penelitian ini untuk mengkaji, mengamati dan mendiskripsikan proses pembelajaran adopsi inovasi BEP biogas dikecamatan Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat, fakktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi BEP biogas. Serta sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap adopsi inovasi BEP biogas, hambatan dan dorongan terjadinya proses adopsi inovasi BEP biogas di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
2.   Kegunaan Penelitian
Kegunaan Penelitian ini  diharapkan sebagai tambahan informasi bagi instansi terkait dalam upaya pengembangan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), terutama pengembangan yang didasari konsep teoritik dari fakta-fakta yang ditemukan di lapangan, berkenaan dengan Program adopsi inovasi BEP biogas.
Sebagai umpan balik dalam rangka pembinaan dan pengambilan keputusan pihak terkait terhadap perkembangan dan kemajuan dalam adopsi inovasi BEP biogas. yang akan dilakukan.  Memberikan nilai-nilai fungsional dalam rangka adopsi inovasi masyarakat dan meningkatkan teknologi tepat guna dalam hal ini adalah BEP biogas.
Memberikan masukan dalam hal ini bagi para Praktisi Pendidikan Luar Sekolah khususnya di Kecamatan Lembang gambaran praktis, mudah dipahami dalam pelaksanaan pelatihan bagi masyarakat.

D.   PENDEKATAN MASALAH
1.   Penerapan Inovasi BEP Biogas
Salah  satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk industri dan transportasi. Terkait dengan masalah tersebut, salah satu kebijakan pemerintah ialah rencana pengurangan penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga.
Sejalan dengan hal itu pemerintah juga mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumber-sumber energi alternatif lainnya yang dianggap layak dilihat dari segi teknis, ekonomi, dan lingkungan, apakah itu berupa biofuel, biogas/gas bio, briket arang dan lain sebagainya. Beberapa waktu yang lalu sempat menjadi wacana kemungkinan digunakannya briket batu bara.  Namun, belakangan upaya ke arah itu agaknya tidak diteruskan atau sementara dihentikan dulu karena dianggap belum layak dari segi llingkungan khususnya jika digunakan untuk energi rumahtangga. Dalam rangka pemenuhan keperluan energi rumah tangga khususnya di perdesaan maka perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk menerapkan berbagai alternatif energi yang layak bagi masyarakat.
Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, didalam suatu ruang  pencerna (digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar adalah gas Methan (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%.  Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kcal/m³, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 Kcal/m³.  Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan,  memasak,  menggerakkan mesin dan sebagainya.  Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas .
Pada tahun 2005 peternak sapi di daerah Lembang Kabupaten Bandung mulai memanfaatkan teknologi biogas dengan digester yang terbuat dari plastik setebal 250 mikron . Sekitar 66  peternak sapi di daerah Subang, Garut dan Tasikmalaya juga telah menggunakan digester yang berkapasitas 5000 liter . Kondisi ini diharapkan terjadi juga di daerah peternakan di luar Jawa . Penelitian terhadap teknologi pencernaan anaerobik yang lebih maju telah berlangsung dalam beberapa tahun ini . Keuntungan pencernaan anaerobik sangat tergantung pada peningkatan proses yang lebih tinggi hasil biogas per m3 biomasa dan peningkatan derajat perombakan . Lebih lanjut keuntungan juga dapat ditingkatkan dengan konversi efluen proses menjadi produk yang berharga (HARTMANN dan AHRING, 2005) .
Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju perkembangan teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya.  Untuk kondisi di Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kolektif dan dipelihara secara bersama . Beberapa alasan mengapa biogas belum populer penggunaannya di kalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan para petani tentang pemeliharaan digester .
2.   Faktor-Faktor Yang  Mempengaruhi  Adopsi Inovasi
Tujuan utama penyuluhan pertanian adalah terjadinya perubahan perilaku penerima latihan, menurut Sukandar Wiriatmaja (1986) perubahan perilaku penerima latihan terjadi melalui proses adopsi Inovasi.  Selanjutnya menurut Rogers and Schoemaker (1971) Proses Adopsi Inovasi adalah proses mental dan fisik yang terjadi pada diri seseorang pada saat mengetahui suatu inovasi, yaitu suatu gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorangan.
Menurut Sukandar Wiraatmaja (1986) dalam proses adopsi  inovasi terdapat lima tahapan yang secara berurutan, yakni tahap sadar, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba, dan tahap menerapkan.  Seseorang mengetahui adanya inovasi pada tahap sadar, tetapi pengetahuan tentang inovasi itu masih sedikit, sehingga minatnya masih bersifat umum.  Selanjutnya minat umum itu berubah menjadi suatu yang bersifat personal, kemudian mulai menilai apakah inovasi itu cocok bagi usaha yang sedang dilakukannya, dan dia akan terus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinannya. Setelah orang itu mempertimbangkannya lalu mencoba menerapkannya dalam skala kecil  untuk menentukan apakah sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Pada tahap akhir yaitu tahap Menerapkan (Adopsi) dia akan menerapkan secara tetap dan dalam skala besar apabila percobaan yang dilakukan berhasil.
Kecepatan peserta dalam mengadopsi inovasi BEP biogas dipengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor peserta itu sendiri sebagai penerima inovasi dan faktor-faktor lain diluar diri penerima inovasi, pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Rogers and Schoemaker (1971) yang menyatakan ada empat faktor yang berperan dalam proses penyebaran inovasi, yaitu penerima inovasi, peranan Pembaru, tokoh masyarakat sebagai sumber penyebaran inovasi dan saluran komunikasi yang digunakan.
Anggota sistem sosial sebagai penerima inovasi dalam penyebaran inovasi BEP Biogas, Agen Pembaru sebagai pembawa inovasi adalah seorang penyuluh.  Tokoh masyasrakat  sebagai sumber penyebaran inovasi adalah tokoh yang dianggap berpengaruh dimasyarakat dan  kontak tani,  Sedangkan saluran komunikasi adalah media dan metode penyuluhan yang digunakan.  Peranan keempatan faktor tersebut dapat mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi BEP biogas.   Peternak sebagai penerima inovasi, menurut Sukandar Wiriatmaja (1986)  berdasarkan kecepatan adopsi inovasi terdiri atas lima golongan yakni ; golongan perintis, golongan pelopor, golongan penganut awal, golongan lambat dan golongan penolak.
Penyuluh sebagai pembawa inovasi baru menurut Aida Vitalaya Syafri Hubalay (1987) berperan sebagai sumber inovasi bagi peternak, sebagai penghubung petani kepada sumber-sumber informasi yang tidak dapat akses sendiri oleh peternak,  sebagai katalisator dan dinamisator di dalam mengarahkan dinamika perseorangan atau kelompok untuk menciptakan suasana belajar yang diinginkan, dan sebagai pendidik yang mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan .
Tokoh masyarakat sebagai sumber penyebaran inovasi di dalam penyebaran inovasi BAP Biogas adalah kontak tani dan tokoh Peternak Sapi. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Sumardi Suryatna (1987) yang mengemukakan bahwa kontak tani adalah petani yang telah berhasil menerapkan inovasi pertanian yang lebih baik sehingga menjadi contoh bagi petani di sekitarnya dan secara aktif menyebarluaskan inovasi pertanian tersebut. Menurut Sukandar Wiriatmaja (1986) kontak tani adalah petani teladan yang aktif dalam penyuluhan teknologi baru kepada para petani di daerahnya.
Menurut Departemen Pertanian (1989) dalam penyebaran inovasi , kontak tani berperan sebagai pemimpin kelompok yang mengorganisasi, menggerakan, membimbing dan mengarahkan kegiatan kelompoknya, sebagai ketua kelas belajar bagi kelompoknya, sebagai pembaru yang menyebarkan inovasi pertanian dan menerapkannya di dalam usaha taninya sendiri maupun di lingkungannya. Serta sebagai mitra kerja pemerintah dalam kegiatan penyuluhan pertanian, dan sebagai penyuluh swakarsa.
Saluran komunikasi yang di gunakan dalam penyebaran inovasi adalah berupa media dan metode penyuluhan. Menurut Sumardi Suryatna (1987). Media penyuluhan pertanian dapat di gambarkan sebagai perantara yang menghubungkan penyuluh dengan petani, dan sebagai alat komunikasi yang dapat memindahkan fakta, gagasan, pendapat, dan perasaan penyuluh kepada petani.   Menurut Sukandar Wiriatmaja (1986) maupun Toto Bermana Belli (1988), saluran komunikasi dalam penyuluhan pertanian adalah berupa media dan atau metode yang digunakan. Menurut Sumardi Suryatna (1987) berdasarkan bentuknya media penyuluhan ada enam golongan, yaitu media visual, media audio, media audio visual, media tempat meragakan, media pengalaman nyata, dan media cetakan. Menurut Lunandi (1987) media yang merupakan saluran komunikasi berdasarkan indera penerimanya ada empat golongan, yaitu media yang dapat di lihat, media yang dapat di dengar, media yang dapat dilihat dan didengar, dan media yang dapat didengar dan di rasakan. Menurut Berlo (1960), dalam Toto Bermana Belli, 1988), penggunaan media komunikasi harus dapat mengenal berbagai indera, yaitu indera pendengaran, penglihatan, pencium, perabaan dan pengecapan.
Menurut Sumardi Suryatna (1987), selain media metode juga merupakan saluran komunikasi. Menurut Runes dan Dagobert (1963), dalam Toto Bermana Belli, 1988) metode penyuluhan pertanian adalah langkah-langkah kerja teknik dan non tektik yang digunakan untuk mencapai tujuan penyuluhan pertanian. Selanjutnya menurut Sukandar Wiriatmaja (1986) dalam mengkomunikasikan suatu inovasi metode yang digunakan harus sesuai dengan keadaan sasaran, cukup dalam jumlah dan mutu, tepat mengenai sasaran dan waktunya, pesan harus mudah diterima dan dimengerti, serta murah biayanya.

Bimbingan Konseling & Kebutuhan Khusus



BAB I
PENDAHULUAN

Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Selain itu Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, mutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya.   Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru di sekolah.
Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif guru terhadap pekerjaan agar seorang guru mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yang tinggi.  , mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini sekolah amatlah sentral. 
Profesionalitas seorang guru tercermin dalam kegiatan pembelajaran yang dikelolanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya kegiatan pembelajaran masih bersifat konvensional, atau masih berpusat pada guru (teacher centered), kurang mendorong siswa mengembangkan potensi, dan cenderung lebih menekankan pada penyampaian materi pelajaran (subject matters oriented). di mana guru tampak aktif sendiri menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa hanya mendengar, menyimak dan mencatat.
Kegiatan pembelajaran ternyata tidak semuanya dilakukan secara konvensional, karena beberapa guru telah melakukan pembelajaran sesuai kaidah PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Interaktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Hal ini ditandai dengan adanya penerapan berbagai metode pembelajaran, pemanfaatan berbagai sumber belajar termasuk lingkungan, dan menekankan pada keaktifan siswa untuk belajar serta mengembangkan berbagai potensi. Guru yang melaksanakan pembelajaran seperti ini memiliki prinsip, bahwa dalam proses pembelajaran bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran, melainkan mendorong siswa untuk belajar mempelajari segala sesuatu sesuai dengan minat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa para guru yang melaksanakan pembelajaran seperti ini merasa tidak takut menghadapi ujian nasional (UN), karena siswa merasa siap diuji oleh siapapun dan dengan cara apapun.
Temuan lain berkenaan dengan tingkat efektivitas pembelajaran yang ternyata tidak terkait langsung dengan ketersediaan atau kelengkapan media pembelajaran. Sekolah yang telah memiliki sarana dan media yang lengkap, belum memanfaatkan secara efektif; dan pembelajaran yang dilaksanakan masih konvensional sehingga peralatan masih terbatas sebagai alat peraga. Sebaliknya, sekolah yang tidak didukung peralatan dan media pembelajaran yang memadai telah mampu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kaidah PAIKEM.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Guru dituntut selalu meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Guru pendidikan dasar perlu memiliki kemampuan memantau atas kemajuan belajar siswanya sebagai bagian dari kompetensi pedagogik dengan menggunakan berbagai teknik asesmen alternatif seperti pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, potofolio, memajangkan karya siswanya.  
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu 1) Pengetahuan tentang watak dan kebutuhan siswa berbakat, 2) Keterampilan menggunakan teks dan tes, 3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok, 4) Keterampilan dalam bimbingan dan konseling, 5) Keterampilan dalam pengembangan pemikiran kreatif, 6) Keterampilan menggunakan strategi seperti simulasi, 7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif (mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi), 8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi kognitif dan afektif, 9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan, 10) memiliki pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa (Munandar, 2001).
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang  dapat meng­kon­disikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Seorang guru yang baik tentu selalu berusaha menciptakan pembelajaran yang efektif.  Pada kenyataannya tidak semua siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering menghadapi kesulitan atau masalah dan membutuhkan bantuan serta dukungan dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut. Agar dapat membantu siswa secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu apakah kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut, baru kemudian dianalisis dan dirumuskan pemecahannya. Untuk keperluan ini diperlukan tes diagnostik-